Skip to content

ASEAN Vision 2020: Bersatu dalam kepentingan

    Sepuluh negara ASEAN semakin didekatkan pada pencapaian visi integrasi regional pada tahun 2020. Berlangsungnya ASEAN Economic Community (AEC) 2015 adalah salah satu mid-point dari perjalanan impelementasi ASEAN Vision 2020. Pembangunan ekonomi yang seimbang antar negara dan pengurangan kesenjangan sosial adalah poin visi yang terdapat dalam deklarasi dan rencana aksi yang telah dibuat satu dekade lalu. Arus bebas barang, jasa, dan modal adalah agenda-agenda penting yang merupakan bagian dari visi tersebut.

    Pasar bebas yang berbasis produksi diharapkan tidak membatasi negara-negara dengan letak geografis berbeda untuk mengoptimalkan potensi dan peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Indonesia yang merupakan negara dengan puluhan ribu pulau dapat memanfaatkan peluang ini dengan menjadi negara yang dilalui oleh arus pasokan dan lalu lintas barang. Tentu saja prinsip efektivitas dan efisiensi adalah kondisi wajib yang harus dipenuhi sebelum mengambil keuntungan dan mengantisipasi ancaman dari diberlakukannya program-program pada visi ASEAN 2020.

    Integrasi ekonomi adalah salah satu poin penting yang dinyatakan dalam Visi ASEAN 2020. Pembangunan ekonomi, infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia oleh sepuluh negara ASEAN tidak semata-mata dilakukan untuk kepentingan regional, namun juga peningkatan kesejahteraan negara-negara anggota.

    Pemerintahan baru yang akan terpilih pada tahun 2014 ini harus memperhatikan dan fokus terhadap pembangunan ekonomi yang diikuti dengan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Sektor industri dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus mampu bergerak seimbang dan dapat menjadi tonggak perjalanan bangsa yang bermatabat di kancah global.

    Pertumbuhan industri dan UMKM terdiri dari beberapa sektor yang pertumbuhannya dipantau oleh Pemerintah. Sektor agrikultur, manufaktur, dan pelayanan jasa adalah fondasi-fondasi industri dan usaha yang ikut menopang pendapatan utama masyarakat Indonesia saat ini. Investasi yang dilakukan pelaku usaha baik berupa tenaga kerja dan modal belum berjalan secara optimal. Tenaga kerja yang ada cenderung tidak dibekali dengan pelatihan dan peningkatan skill sehingga efisiensi yang diharapkan pelaku usaha menjadi terhambat.Modal yang digunakan oleh pelaku usaha dan industri juga tidak ditempatkan sesuai potensi perkembangan usaha.

    Tantangan untuk calon RI 1 5-6 tahun ke depan adalah bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan usaha yang berlandaskan efisiensi disaat harga-harga barang komoditas juga dapat terkendalikan. Menyalahkan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi tidak akan memecahkan masalah disaat peningkatan produksi barang-barang dan jasa berkualitas tidak diupayakan.

    Produksi barang dan jasa tidak pernah lepas dari kebijakan nasional yang turut mengatur fase-fase yang terjadi sebelum melakukan ekspor dan impor. Kebijakan yang dibuat Pemerintah seharusnya dapat disesuaikan dengan inovasi teknologi yang ikut mendukung pertumbuhan dan penguatan industri dan usaha di sektor-sektor penopang devisa nasional.

    Dukungan atas penemuan dan penelitian teknologi yang bermanfaat sangat dibutuhkan mengingat motivasi inovator dan pengusaha juga dipengaruhi oleh insentif dan penghargaan atas karya-karya anak bangsa. Produksi barang final maupun dalam olahan Indonesia seperti metal goods di industri manufaktur masih jauh tertinggal dari beberapa negara tetangga yang menaruh perhatian khusus pada pengembangan teknologi dan informasi. Jaringan internasional untuk produksi barang dan jasa pada negara berkembang harus bisa seimbang sehingga gap yang ada pada setiap negara bisa berkurang.

    Pembangunan suatu negara khususnya yang sedang berkembang dan memiliki daya saing menengah hingga tinggi memerlukan aspek medasar yang dijadikan indikator dan arah pencapaiannya. Kelompok-kelompok produksi dalam negeri juga ikut dipengaruhi oleh tenaga kerja yang terampil dalam merancang maupun menciptakan barang dan jasa. 7 tahun sejak ditetapkannya visi ASEAN 2020, tenaga kerja tidak terampil yang bekerja di lingkungan usaha dan industri di Indonesia mencapai angka 50,8% (Un Comtrade Database, diperoleh dari Narjoko, Dionisius, dan Wicaksono, 2009).

    Global Competitiveness Index (GCI) yang sering dijadikan pedoman setiap negara juga memiliki aspek penilaian terhadap kemajuan sumber daya manusia yang bekerja di setiap sektor. Tingginya jumlah tenaga kerja tidak terampil di negara berkembang yang diikuti demografi penduduk dengan usia produktif tinggi akan menjadi ancaman bagi pemerataan kesejahteraan dalam jangka panjang. Hal inilah yang membutuhkan perencanaan matang dari Pemerintahan yang diberi amanah untuk membuat sebuah grand design pengembangan sumber daya manusia yang berbasis skill.

    Sumber daya manusia terampil bukanlah sebuah alat standar untuk menentukan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa, melainkan merupakan hak dasar yang harus diperoleh oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini telah tercantum dengan jelas pada amanah UUD 1945 yang harus dijunjung dan dicapai.

    Sebuah visi integrasi regional seperti dua sisi mata uang. Peluang dan keuntungan bisa saja didapat ketika ancaman mampu diantisipasi dan dicegah dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah yang tepat. Pemerintahan baru 5 tahun ke depan tidak seharusnya melepaskan perencanaan jangka panjang yang telah ditetapkan, namun menyesuaikannya dengan program-program inovatif yang memiliki pengaruh terhadap kemajuan bangsa.

    Menggambarkan sebuah visi adalah tidak sulit untuk negara-negara region dengan kemiripan di setiap bagian. Hal yang paling sulit adalah pada tataran implementasi, ketika sebuah visi ditetapkan dan tuntutan keberhasilan dibatasi oleh berbagai kepentingan.

    Penulis : Putu Yunartha P. P.

     

    Leave a Reply

    Your email address will not be published.